Merupakan salah satu contoh organisasi
internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di
dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerja
sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah diselenggarakan pada
tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati
bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan
nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh
minimal lima Negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh tiga
Negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup
luas, bahkan mengandung kebijakan criminal yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari cybercrime, baik melalui undang-undang maupun kerja sama
internasional. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan
antara lain sebagai berikut:
·
Bahwa
masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri
dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi
kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
·
Konvensi
saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data
komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah
adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat
internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang
dapat dipercaya dan cepat.
·
Saat
ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian
antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan
Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan
Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan
perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup
kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh
masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh Negara
manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk diajdikan norma dan instrument
Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi
kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam
pengembangan teknologi informasi.
Saat ini berbagai upaya telah
dipersiapkan untuk memerangi cybercrime. The Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat
kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, di mana pada tahun
1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related
Crime: Analysis of Legal Policy. Laporan ini berisi hasil survey terhadap
peraturan perundang-undangan Negara-negara Anggota beserta rekomendasi
perubahannya dalam menanggulangi computer-related crime tersebut, yang mana
diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting dalam kejahatan
tersebut.
Melengkapi laporan OECD, The Council of
Europe (CE) berinisiatif melakukan studi mengenai kejahatan tersebut. Studi ini
memberikan guidelines lanjutan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan
tindakan-tindakan apa yang seharusnya dilarang berdasarkan hukum pidana
Negara-negara Anggota, dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara hak-hak
sipil warga negara dan kebutuhan untuk melakukan proteksi terhadap
computer-related crime tersebut. Pada perkembangannya, CE membentuk Committee
of Experts on Crime in Cyberspace of the Committee on Crime Problems, yang pada
tanggal 25 April 2000 telah mempublikasikan Draft Convention on Cyber-crime
sebagai hasil kerjanya ( http://www.cybercrimes.net), yang menurut Prof. Susan
Brenner (brenner@cybercrimes.net) dari University of Daytona School of Law,
merupakan perjanjian internasional pertama yang mengatur hukum pidana dan aspek
proseduralnya untuk berbagai tipe tindak pidana yang berkaitan erat dengan
penggunaan komputer, jaringan atau data, serta berbagai penyalahgunaan sejenis.
Cyber Law Negara Malaysia:
Digital Signature Act 1997 merupakan
Cyber Law pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan cyberlaw ini
adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda
tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi
bisnis. Pada cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act
1997. Cyberlaw ini praktis medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan
medis/konsultasi dari lokasi jauh melalui penggunaan fasilitas komunikasi
elektronik seperti konferensi video.
Cyber Law Negara Singapore:
The Electronic Transactions Act telah
ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang
undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik si Singapore. ETA dibuat
dengan tujuan:
1. Memudahkan komunikasi
elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
2. Memudahkan
perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik
yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk
mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis
diperlukan untuk menerapkan menjamin/mengamankan perdagangan elektronik.
3. Memudahkan
penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
4. Meminimalkan
timbulnya arsip elektronik yang sama, perubahan yang tidak sengaja dan
disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
5. Membantu menuju
keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip
elektronik.
6. Mempromosikan
kepercayaan, inregritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan
elektronik dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan
elektronik melalui penggunaan tanda tangan yang elektronik untuk menjamin
keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Cyber Law Negara Vietnam:
Cybercrime, penggunaan nama domain dan
kontrak elektronik di Vietnam sudah ditetapkan oleh Pemerintah Vietnam,
sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen privasi, spam, muatan online,
digital copyright dan online dispute resolution belum mendapat perhatian dari
pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Di Negara seperti Vietnam hukum ini
masih sangat rendah keberadaannya, hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit
hukum-hukum yang mengatur masalah cyber, apdahal masalah seperti yang telah
disebutkan sebelumnya sangat penting keberadaanya bagi masyarakat yang mungkin
merasa dirugikan.
Cyber Law Negara Thailand:
Cybercrime dan kontrak elektronik di
Negara Thailand sudah sitetapkan oleh pemerintahnya, walaupun yang sudah
ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti spam, privasi, digital
copyright dan ODR sudah dalam tahap rancangan.
Cyber Law Negara Amerika Serikat:
Di Amerika, cyberlaw yang mengatur
transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA).
UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika
Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform
State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia,
Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka
sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum Negara bagian
yang berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan
tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai
media perjanjian yang layak.
Dari 5 negara yang telah disebutkan
diatas, Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah
Indonesia, tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah
Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya
sudah dalam tahap perencanaan. Sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap
perencanaan. Untuk Thailand dan Vietnam, Vietnam masih lebih unggul dalam
penanganan cyberlaw karena untuk saat ini terdapat 3 hukum yang sudah
ditetapkan, tetapi di Thailand saat ini hanya terdapat 2 hukum yang ditetapkan
tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini masih dalam
taham perancangan.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar